Rabu, 25 Agustus 2010

GUBUK NURANI

Pejamkan matamu
Istirahatkanlah pikiranmu
Kunjungilah gubuk nuranimu
Tanyailah arti kehidupan
Ajaklah mengembara
Menjelajahi dunia maya
Niscaya engkau akan melihat yang tak pernah kau lihat
Mendengar yang tak pernah kau dengar
Merasakan yang tak pernah kau rasakan
Bersamanya engkau dapat mengenggam dunia
Meraih cita dan minum arak cinta

Jumat, 30 Juli 2010

PUISI

API CINTA


Bila mataku membentur wajah,rambut dan tubuhnya bergetarlah nadiku. Jantungku bergemuruh. Setengah kesadaranku lari kencang menjauhi akalku. Jasadku lemah lunglai tak berdaya. Mataku panas membara. Darahku mengalir deras bagai banjir. Nafasku naik turun tersengal-sengal.
Bila kutatap senyum yang menghiasi bibirnya, goyahlah imanku. Pendirianku hilang seketika. Kesabaranku lenyap tersapu angin. Cahaya hatiku padam. Kompasku kehilangan arah. Jalan hidupku gelap gulita.
Bila kusimak tutur katanya yang lembut dan merdu, terasa sejuk telingaku. Hatiku berbunga yang aromanya menyebar ke seluruh nadiku. Keringat dingin membasahi tangan, kaki dan keningku.
Memang, ia bagai magnet yang sanggup menarik semua benih cinta dan butiran asmara yang tertanam dalam sanubariku. Menguras semua yang ada padaku. Kata-kata yang kususun rapi, semua musnah. Rencana yang kuprogram, semua sirna. Yang tinggal hanya gugup. Gugup dan gugup.
Di hadapannya, aku seperti bayi. yang tak punya kekuatan. Aku seperti bola yang bisa dipermainkan sehendaknya.
Ingin rasanya aku memegang tangannya yang halus, membelai rambutnya yang hitam terurai, dan mendekap tubuhnya yang lembut bagai sutra itu, tapi aku tak mampu. Aku tak kuasa. Karena aku tahu dia bukan milikku. Bukan hakku. Lalu apa yang harus aku lakukan Guru?”
Sang Guru terperanjat mendengar luapan cinta muridnya. Suasana di bawah pohon mangga itu menjadi sunyi dalam beberapa waktu. Desir angin yang menyapa jatuhnya daun mangga kering menambah pilu hati kedua insan itu.
Ketika sepasang merpati yang sedang dimabuk asmara menyapa Sang Guru, mendekatlah Sang Guru kepada muridnya seraya berkata: “Apa yang telah kau lakukan dengan cintamu itu, wahai anakku?. Sebesar apa perjuanganmu untuk mendapatkan wanita pujaanmu itu? Apa yang telah kau korbankan untuknya?. Apa yang telah kau katakan padanya tentang cintamu itu?”.
“Sudah banyak yang kulakukan demi cintaku ini. Cukup banyak pengorbananku untuknya. Kepadanya aku berkata: “Aku tak bisa hidup tanpamu.Tak bisa tenang tanpa kehadiranmu. Tak bisa gembira tanpa senyummu”. Lalu wanita itu berkata: “Kalau kau mencintai cintaku, maka kau akan melupakan aku. Kalau kau merindukan rinduku, maka kau akan meninggalkan aku. Kalau kau berenang dalam kolam cintaku, maka kau tak akan peduli lagi padaku.”
Sungguh aku tidak paham kata-kata wanita itu, Guru. Aku semakin gila dibuatnya. Tolong aku, Guru.
Ketika embun yang menyelimuti runput-rumput setengah kering karena akibat kemarau panjang itu mulai menghilang, Sang Guru berkata kepada muridnya yang sedang terbakar oleh api cinta itu. “Anakku, kau tak akan paham dan mengerti kata-kata wanita itu, karena kau sedang mabuk cinta. Sementara kau mengerti cinta hanya setetes. Sedang dia mengerti cinta sudah seluas samudera. Kau merasakan cinta baru seteguk. Sedang dia merasakan cinta sudah bergelas-gelas. Kau menikmati cinta baru kemarin. Sedang dia menikmati cinta sudah bertahun-tahun. Kau mengagungkan cintamu yang semu. Sedang dia mengagungkan cintanya yang sejati dan abadi. Cobalah berfikir yang jernih. Buanglah semua luapan rindu semumu itu. Padamkan api cintamu. Tundukkan nafsumu yang mulai liar itu. Niscaya kau akan mengerti wanita itu.”
Ketika burung perkutut yang ada di depan Sang Guru berkicau, yang seakan membenarkan kata-kata Sang Guru, maka murid kesayangan Sang Guru itu langsung merapatkan jemarinya seraya menengadah ke atas, dan dengan menundukkan kepalanya, dia berkata:
“ Oh Tuhan, hamba-Mu yang lemah ini sudah terlalu jauh melangkah. Melampaui batas-batas-Mu.
Ya Allah…
Berilah aku petunjuk agar tak tersesat bila berjalan.
Berilah aku kekuatan agar tak lemah bila melangkah.
Berilah aku cahaya agar tak gelap bila memandang.
Ya Rabb…
Aku sadar, bahwa semua ini ulah hamba-Mu yang terkutuk, dan nafsuku yang liar.
Aku tahu, mereka musuhku. Hingga ku tak perlu hanyut dalam rayuannya.
Ya Mu’min…
Lindungilah aku dari tipu daya mereka, karena tak ada yang bisa melindungiku kecuali Engkau.
Tiada daya dan kekuatan kecuali dari-Mu.
Engkau Yamg Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
Kabulkanlah permohonanku, karena Engkaulah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”

Selesai mendengar keluhan muridnya itu, Sang Guru langsung mengucapkan: “Amiin Ya Rabbal ‘alamiin”, dengan linangan air mata, tanda kebahagiaan, karena ternyata muridnya sekarang mulai sadar dan paham tentang makna sebuah cinta.
Sepasang merpati dan perkutut yang ada di sekitar tempat itu, juga merasa terharu. Karena cinta bukan hanya milik manusia, tapi juga milik mahluk-mahluk lain di jagat raya ini.
Tak lama kemudian sepasang merpati itu meninggalkan Sang Guru, sambil mengucapkan terima kasih atas nasehat-nasehat Sang Guru. Sang Gurupun tersenyum melihatnya.

ALJABAR

HFFGFGHHFHGFGH

NAMAMU DAN NAMANYA

NAMAMU DAN NAMANYA
Andai aku bisa terbang
Kudatangi bintang-bintang
Kan kutulis namamu
Agar aku selalu melihat namamu
Andai aku bisa menyelam
Kudatangi batu karang
Kan kuukir namamu
Agar selalu mengenang namamu
Andai aku bisa menghalau awan
Kugulung awan hitam
Hingga membentuk namamu
Agar aku selalu ingat namamu
Tapi…
Ketika kuhadapkan wajahku ke penjuru alam
Ternyata yang tertulis namaNya
Di wajahmupun ada namaNya
Namamu tenggelam dalam namaNya
Akupun juga lenyap dalam namaNya
Yaa Rabb…
Ampunilah hambaMu
Yang telah lalai menyebut namaMu